(dimuat di Harian HALUAN, Minggu 28.10.2012)
Satu lagi, inikah ‘sekeping tanah sorga’ yang tercecer di ranah
Minang itu..?, begitu syair para Pujangga sering bertanya dalam melukiskan
pesona dari setumpak ranah nan rancak bana ini.
Telaga biru yang menghampar
dalam kurva indah di tikungan manis jalan raya Bukittinggi-Padang. Berpagar
Marapi dan Singgalang, bibirnya berbingkai rerumputan dan hamparan rawa-rawa hijau yang
menawan. Dangau-dangau pembuat Bika di tepi telaga siap memanjakan
selera. Ladang-ladang dengan tanah kecoklatan tersusun berjenjang,menghiasi
sisi Timurnya, menyempurnakan keindahan untuk mencuci mata. Dan ketika petang menjelang,
saat pijar matahari menyiram puncak cadas Marapi yang kuning keemasan, maka
itulah sehamparan kanvas alam-lukisan ciptaan Tuhan yang paling menyentuh rasa
dan digemari oleh para pemancing ikan. Betapa sahdunya melempar tali kail
menabur umpan dalam tiupan angin gunung dalam aroma eksotik sayuran-sayuran
aneka ragam. Laki-laki yang duduk terdiam menunggu umpan dimakan ikan, menjadi
ilustrasi khas dan menarik di bibir telaga saat senja menjelang.
Namun sayang, laksana sekeping Kristal Bening
yang belum diasah, itulah kesan yang selalu tergores dalam pikiran ketika kita melintasi bibir telaga indah yang menggenang di antara Marapi
dan Singgalang ini. Ibarat sebuah lukisan, inilah selembar karya sang maestro
yang belum terbingkai dengan sepenuh hati.
Dulu, beberapa belasan tahun silam, telaga indah ini pernah dikemas cukup bagus, terbenahi dan berfasilitas hiburan yang menarik hati. Pernah ada fasilitas Kereta Kayuh, hiburan murah meriah untuk menikmati telaga yang luasnya dulu dua kali telaga di hari ini. Semakin hari, orang-orang mulai tak peduli mendandani. Enceng gondok dan kiambang yang tumbuh subur dan liar, sering membuat telaga ini pernah beberapa kali hilang dalam pandangan, airnya tak tampak karena seluruh permukaanya tertutup tanaman liar.
Dulu, beberapa belasan tahun silam, telaga indah ini pernah dikemas cukup bagus, terbenahi dan berfasilitas hiburan yang menarik hati. Pernah ada fasilitas Kereta Kayuh, hiburan murah meriah untuk menikmati telaga yang luasnya dulu dua kali telaga di hari ini. Semakin hari, orang-orang mulai tak peduli mendandani. Enceng gondok dan kiambang yang tumbuh subur dan liar, sering membuat telaga ini pernah beberapa kali hilang dalam pandangan, airnya tak tampak karena seluruh permukaanya tertutup tanaman liar.
Ketika hari ini, orang-orang
gerah dengan keriuhan kota, dan mereka haus merindukan wisata dalam sahdunya
kehijauan alam pegunungan, maka Telaga Indah diantara Marapi dan Singgalang ini
tentunya menawarkan sejuta cerita. Dengan airnya yang tak pernah kering karena
telaga ini dialiri 5 mata air (4 mata air dari nagari Batu Palano, dan 1 dari
Koto baru), tak jauh dari telaga ini juga terdapat ragam cerita menarik. Hanya
berjarak 200 meter dari telaga, ada Tabek Aia Asin, begitu masyarakat
menamainya, meski sesungguhnya airnya konon berasa kelat, karena berupa mata
air yang berkadar belerang. 1 KM dari telaga di sisi kaki Marapi juga terdapat Batu
Palano, sekeping batu berbentuk pelana kuda yang juga menjadi nama nagari yang
tertonggok di kaki Marapi ini. Kelok Sigauang, panorama sederhana tempat kita
bisa melepas pandang dari arah berlawanan, menikmati birunya telaga indah
dengan dinding Singgalang berselimut awan.
Sejuta pesona dengan ragam cerita sesungguhnya telaga ini punya. Tapi kenapa masih saja telaga indah ini belum menjadi buah muncung dan seperti tak terlirik oleh banyak wisatawan kita dan mancanegara..?. Andaikan fasilitas hiburan air kembali tersedia, andaikan Pasar Amor disisi telaga kembali dibenahi Pemda dan tak membiarkan jadi tempat ternak gembala, andai pasar Koto Baru tak lagi menghadang laju kendaraan dengan kemacetannya. Bukan tak mungkin Telaga Indah diantara Marapi dan Singgalang ini, akan menjadi buah cerita setelah Maninjau dan Singkarak yg sudah dulu mendunia…!
Sejuta pesona dengan ragam cerita sesungguhnya telaga ini punya. Tapi kenapa masih saja telaga indah ini belum menjadi buah muncung dan seperti tak terlirik oleh banyak wisatawan kita dan mancanegara..?. Andaikan fasilitas hiburan air kembali tersedia, andaikan Pasar Amor disisi telaga kembali dibenahi Pemda dan tak membiarkan jadi tempat ternak gembala, andai pasar Koto Baru tak lagi menghadang laju kendaraan dengan kemacetannya. Bukan tak mungkin Telaga Indah diantara Marapi dan Singgalang ini, akan menjadi buah cerita setelah Maninjau dan Singkarak yg sudah dulu mendunia…!
(Erison J.Kambari)
Leave a respond
Posting Komentar